A. Layanan Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan dan konseling dilakukan melalui kontak langsung dengan siswa, dan secara langsung berkenaan dengan permasalahan ataupun kebutuhan tertentu yang dirasakan siswa. Kegiatan layanan itu difokuskan kepada salah satu atau beberapa kompetensi yang hendaknya dicapai/dikuasai siswa. Layanan-layanan tersebut adalah :
Layanan Orientasi, merupakan layanan yang memungkinkan siswa memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya siswa di lingkungan yang baru itu.
Layanan Informasi, merupakan layanan yang memungkinkan siswa menerima dan memahami berbagai informasi (seperti informasi belajar, pergaulan, karir/ jabatan, pendidikan lanjutan).
Layanan Penempatan dan Penyaluran, merupakan layanan yang memungkinkan siswa memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat (misalnya penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler).
Layanan Pembelajaran, merupakan layanan yang memungkinkan siswa mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.
Layanan Konseling Perorangan, merupakan layanan yang memungkin-kan siswa mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) untuk mengentaskan permasalahan yang dideritanya dan perkembangan dirinya.
Layanan Bimbingan Kelompok, merupakan layanan yang memungkin-kan sejumlah siswa secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok.
Layanan Konseling Kelompok, merupakan layanan yang memungkinkan siswa (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok.[1]
Sebagaimana dimaklumi bahwa dalam pendekatan sentralistik-birokratik, konselor dalam melaksanakan tugasnya sudah ditentukan dan dipolakan sedemikian rupa oleh pusat, melalui berbagai bentuk aturan, ketentuan, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis dan sebagainya. Akibatnya, ruang gerak konselor menjadi terbatasi, sehingga pada akhirnya konselor menjadi kurang terbiasa dengan budaya kreatif dan inovatif. Untuk itu perlu pergeseran pola lama ke pola baru.
Pola Lama | Pola Baru |
Manajemen Bimbingan dan Konseling | |
Menitikberatkan pada siswa yang beresiko/bermasalah | Melayani seluruh siswa (guidance for all) |
Dilaksanakan karena adanya krisis/masalah | Dilaksanakan berdasarkan kurikulum |
Pendekatan panggilan (on call) | Terjadwal (kalender) |
Disampaikan dan dilaksanakan hanya oleh konselor | Kolaboratif antara konselor, guru, orang tua dan masyarakat |
Dimiliki hanya oleh staf konseling (konselor) | Didukung dan dimiliki oleh seluruh komunitas |
Mengukur jumlah usaha yang dilakukan | Mengukur dampak yang dikaitkan dengan tujuan |
Berurusan dengan proses melaksanakan pekerjaan | Berurusan dengan pencapain tujuan, sasaran dan hasil |
Memfokuskan pada tujuan dan yang dianggap baik | Memfokuskan pada pencapaian (accomplisment) |
Bekerja untuk memelihara sistem yang ada | Responsif dan beradaptasi dengan perubahan |
Membicarakan tentang bagaimana bekerja keras | Membicarakan tentang efektivitas kerja |
Proses Konseling | |
Bersifat klinis | Bersifat pedagogis |
Melihat kelemahan klien | Melihat potensi klien (siswa) |
Berorientasi pemecahan masalah klien (siswa) | Berorientasi pengembangan potensi positif klien (siswa) |
Konselor serius | Menggembirakan klien (siswa) |
Dialog menekan perasaan klien dan klien (siswa) sering tertutup | Dialog konselor menyentuh klien (siswa), klien (siswa) terbuka |
Klien sebagai obyek | Klien (siswa) sebagai subyek |
Konselor dominan dan bertindak sebagai problem solver | Konselor hanya membantu dan memberi alternatif-alternatif |
Berdasarkan pendapat pakar bahwa pilar ke tiga dari pendidikan yakni bimbingan dan konseling bila di kaitkan dengan pasal Undang- uang NOmor 2 TAhun 1999 bahwa:
Bidang pemerintahan yang wajib dilaksankan oleh daerah Kabupaten Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian,perhubungan, indusri dan perdagangan,penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan koperasi dan tanaga kerja.
Tap MPR tentang GBHN 1999 – 2004 butir e point 5 tentang pendidikan bahwa :melaksanakan pembaharuan dalam system pendidikan nasional yang berdasarkan prinsip desentralisasi keilmuan manajemen, maka secara umum dapat di jelaskan tawaran organisasi dalam ornigram di bawah ini:
Organisasi pelayanan bimbingan dan konseling di Sekolah
Unsur Kantor Dinas Pendidikan (Tingkat II dan Kecamatan), di harapkan personil dari latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling yang bertugas melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.selanjutnya kepala Sekolah (bersama Wakil Kepala Sekolah), adalah penanggung jawab pendidikan di sekolah secara keseluruhan, termasuk pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.
Koordinator Bimbingan dan Konseling (bersama para Guru Pembimbing), adalah pelaksana utama pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.Guru Mata Pelajaran, adalah pelaksana pengajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku.Guru Praktik, adalah pelaksana kegiatan pelatihan keterampilan untuk kejuruan tertentu berdasarkan kurikulum kejuruan yang berlaku.
Wali Kelas, adalah guru yang ditugasi secara khusus mengelola satu kelas siswa tertentu. Siswa, adalah peserta didik yang menerima pelayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dan konseling di sekolah. Tata Usaha, adalah pembantu kepala sekolah dalam penyelenggaraan administrasi dan ketatausahaan sekolah. Pengawas Sekolah bidang BK, adalah pejabat fungsional yang bertugas menyelenggarakan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah. Komite Sekolah adalah badan yang secara khusus dibentuk untuk menjadi mitra sekolah dalam pembinaan dan pengembangan sekolah.
Personil pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling adalah segenap unsur yang terkait di dalam organigram pelayanan bimbingan dan konseling, dengan Koordinator dan Guru Pembimbing sebagai pelaksana utamanya. Uraian tugas masing-masing personil tersebut, khusus dalam kaitannya dengan pelayanan bimbingan dan konseling, adalah sebagai berikut :
Kepala Sekolah
Sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan secara menyeluruh, khususnya pelayanan bimbingan dan konseling. tugas Kepala Sekolah adalah :
Mengkoordinir segenap kegiatan yang diprogramkan dan berlangsung di sekolah, sehingga pelayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dan konseling merupakan suatu kesatuan yang terpadu, harmonis dan dinamis.
Menyediakan prasarana, tenaga, dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang efektif dan efisien.
Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program, penilaian dan upaya tindak lanjut pelayanan bimbingan dan konseling.
Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah kepada Dinas Pendidikan yang menjadi atasannya.
Menyediakan fasilitas, kesempatan dan dukungan dalam kegiatan kepengawasan yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah Bidang BK.
Koordinator Bimbingan dan Konseling
Koordinator Bimbingan dan Konseling bertugas :Mengkoordinasikan para Guru Pembimbing dalam :
memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada segenap warga sekolah (siswa, guru, dan personil sekolah lainnya), orang tua siswa, dan masyarakat.Menyusun program kegiatan bimbingan dan konseling (program satuan layanan dan kegiatan pendukung, agenda mingguan, laporan bulanan, program semesteran, dan tahunan) melaksanakan program bimbingan dan konseling mengadministrasikan program kegiatan bimbingan dan konseling menilai hasil pelaksanaan program kegiatan bimbingan dan konseling menganalisis hasil penilaian pelaksanaan bimbingan dan konseling memberikan tindak lanjut terhadap analisis hasil penilaian bimbingan dan konseling. Mengusulkan kepada Kepala Sekolah dan mengusahakan bagi terpenuhinya tenaga, prasana dan sarana, alat dan perlengkapan pelayanan bimbingan dan konseling.
Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling kepada Kepala Sekolah. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan kepengawasan oleh Pengawas Sekolah Bidang BK.
Guru Pembimbing
Sebagai pelaksana utama, tenaga inti dan ahli, Guru Pembimbing bertugas :
Memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling. Merencanakan program bimbingan dan konseling (terutama program-program satuan layanan dan satuan kegiatan pendukung) untuk satuan-satuan waktu tertentu. Program-program tersebut dikemas dalam agenda harian, agenda mingguan, rekap bulanan, program semesteran, dan tahunan. Melaksanakan segenap program satuan layanan bimbingan dan konseling. Melaksanakan segenap program satuan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling. Menilai proses dan hasil pelaksanaan satuan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
Menganalisis hasil penilaian layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling. Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil penilaian layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling. Mengadministrasikan kegiatan satuan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling yang dilaksanakannya. Mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling secara menyeluruh kepada Koordinator BK serta Kepala Sekolah. Mempersiapkan diri, menerima dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan kepengawasan oleh Pengawas Sekolah Bidang BK.
Guru Mata Pelajaran/Praktik
Sebagai tenaga ahli pengajaran dan/atau praktik dalam bidang studi atau program latihan tertentu, dan sebagai personil yang sehari-hari langsung berhubungan dengan siswa, peranan Guru Mata Pelajaran dan Guru Praktik dalam pelayanan bimbingan dan konseling adalah :
Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa. Membantu Guru Pembimbing mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada Guru Pembimbing. Menerima siswa alih tangan dari Guru Pembimbing, yaitu siswa yang menurut Guru Pembimbing memerlukan pelayanan pengajaran/latihan khusus (seperti pengajaran/latihan perbaikan, program pengayaan).Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
Wali Kelas
Sebagai pengelola kelas tertentu, dalam pelayanan bimbingan dan konseling Wali Kelas berperan :
Membantu Guru Pembimbing melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya. Membantu Guru Mata Pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti/ menjalani layanan dan/atau kegiatan bimbingan dan konseling. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti konferensi kasus. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada Guru Pembimbing.[2]
C .ANALISIS PENGELOLAAN PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
DI SEKOLAH
Perkembangan teori konseling terutama dihasilkan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi konseling, baik yang bersumber dari penelitian maupun hasil pemikiran kritis para ahli. Sayangnya, teori-teori itu pun sepertinya tersimpan rapih dalam gudang perguruan tinggi yang sulit diakses oleh para konselor di lapangan.
Di sisi lain, teori-teori konseling yang dihasilkan melalui penelitian oleh para praktisi di sekolah-sekolah tampaknya belum berkembang sepenuhnya sehingga kurang memberikan kontribusi bagi perkembangan profesi konseling.
Kendala terbesar yang dihadapi untuk mewujudkan konseling sebagai profesi yang handal dan bisa sejajar dengan profesi-profesi lain yang sudah mapan justru terjadi dalam tataran praktis. Manfaat konseling sepertinya masih belum dirasakan oleh masyarakat, karena penyelenggaraannya dan pengelolaannya tidak jelas.
Kesan lama, konseling sebagai “polisi sekolah“pun hingga kini masih melekat kuat pada sebagaian masyarakat, khususnya di kalangan siswa. Menurut pandangan penulis, setidaknya terdapat dua faktor dominan yang diduga menghambat terhadap laju perkembangan profesi konseling di Indonesia , yaitu :
1. Kelangkaan Tenaga Konseling
Tenaga konseling yang berlatar konseling memang masih belum memenuhi kebutuhan di lapangan. Selama ini masih banyak sekolah yang menyelenggarakan Bimbingan dan Konseling tanpa didukung oleh tenaga konseling profesional dalam jumlah yang memadai. Sehingga, tenaga konseling terpaksa banyak direkrut dari nonkonseling, yang mungkin hanya dibekali pengetahuan dan keterampilan tentang konseling yang minimal atau bahkan sama sekali tanpa dibekali pengetahuan dan keterampilan tentang konseling, yang tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja konseling itu sendiri, baik secara personal maupun lembaga.
Meminjam bahasa ekonomi, kelangkaan ini diduga disebabkan oleh ketidakseimbangan antara demand dan supply. Tingkat produktivitas dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan penghasil tenaga konselor tampaknya relatif masih terbatas jumlahnya dan belum mampu memenuhi kebutuhan pasar.
Demikian pula dalam distribusinya relatif tidak merata. Contoh kasus, di beberapa daerah ketika melakukan rekrutment untuk tenaga konseling dalam testing Calon Pegawai Negeri Sipil ternyata tidak terisi, bukan dikarenakan tidak ada peminatnya, tetapi memang tidak ada orangya !
Boleh jadi ini merupakan dampak langsung dari otonomi daerah, dimana kewenangan rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil diserahkan kepada daerah, dan tidak semua daerah mampu menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan, termasuk di dalamnya kebutuhan tenaga konseling di daerahnya.
Oleh karena itu, ke depannya perlu dipikirkan bagaimana Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat bekerja sama dengan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan pencetak tenaga konseling untuk dapat memproduksi lulusannya, dengan memperhitungkan segi kuantitas, kualitas dan distribusinya., sehingga kelangkaan tenaga konseling dapat segera diatasi.
2. Kebijakan Pemerintah yang kurang berpihak terhadap profesi konseling
Banyak terjadi kejanggalan dan ketidakjelasan kebijakan dari pemerintah pusat tentang profesi konseling. Ketidakjelasan semakin dirasakan justru pada saat kita sedang berupaya mereformasi pendidikan kita. Contoh kasus terbaru, ketika digulirkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hingga saat ini sama sekali belum memberikan kejelasan tentang bagaimana bimbingan dan konseling seharusnya dilaksanakan. Dalam dokumen KTSP, kita hanya menemukan secuil informasi yang membingungkan tentang konseling yaitu berkaitan dengan kegiatan Pengembangan Diri..
Begitu juga, dalam kebijakan sertifikasi guru, banyak konselor dan pengawas satuan pendidikan yang kebingungan untuk memahami tentang penilaian perencanaan dan pelaksanaan konseling, karena format penilaian yang disediakan tidak sepenuhnya cocok untuk digunakan dalam penilaian perencanaan dan pelaksanaan konseling.
Tentunya masih banyak lagi kejanggalan-kejanggalan yang dirasakan di lapangan, baik yang bersifat konseptual-fundamental maupun teknis operasionalnya. Ketidakjelasan kebijakan tentang profesi konseling pada tataran pusat ini akhirnya mengimbas pula pada kebijakan pada tataran di bawahnya (messo dan mikro), termasuk pada tataran operasional yang dilaksanakan oleh para konselor di sekolah..
Jadi, kalau ada pertanyaan mengapa Bimbingan dan Konseling di sekolah kurang optimal, maka kita bisa melihat sumber permasalahannya, yang salah-satunya adalah ketidakjelasan dalam kebijakan pemerintah terhadap profesi konseling.
Jika ke depannya, konseling masih tetap akan dipertahankan sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, kiranya perlu ada komitmen dan good will dari pemerintah untuk secepatnya menata profesi konseling, salah satunya dengan berupaya melibatkan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) selaku wadah yang menaungi para konselor dan para pakar konseling untuk duduk bersama merumuskan bagaimana sebaiknya kebijakan konseling untuk hari ini dan ke depannya.
Walaupun dalam hal ini mungkin akan terjadi tawar-menawar yang cukup alot di dalamnya, tetapi keputusan yang terbaik demi kemajuan profesi konseling tetap harus segera diambil. !
Dengan teratasinya kelangkaan tenaga konseling dan keberhasilan upaya pemerintah dalam menata profesi konseling, niscaya pada gilirannya akan memberikan dampak bagi perkembangan konseling ke depannya, sehingga profesi konseling bisa tumbuh dan berkembang menjadi sebuah profesi yang dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan kemajuan negeri ini. Jika tidak, maka profesi konseling tetap saja dalam posisi termarjinalkan.
Dapat dilihat bahwa antara bimbingan konseling dan pendidikan terdapat kesamaan tujuan, yaitu tujuan pendidikan dan dasar ope-rasional. Baik bimbingan maupun pendidik-an bertujuan supaya siswa-siswa mencapai taraf perkembangan yang optimal bagi mereka, dan keduanya beroperasi atas dasar ke-nyataan bahwa orang muda mempunyai potensi untuk berkembang dan dapat didam-pingi dalam perkembangannya.
Melihat realisasi tujuan pendidikan secara menyeluruh, pembulatan perkembangan siswa dan kenyataan adanya perbedaan-perbedaan individual yang semuanya tercakup dalam lingkup tujuan pendidikan nasional.
Harus dikatakan bahwa pendidikan sekolah dewasa ini tidak akan lengkap tanpa pelayanan Bim-bingan Konseling sebagai bagian integral dari keseluruhan program kegiatan di sekolah.
Terkait dengan penjabaran kompetensi dan materi layanan bimbingan dan konseling di bidang bimbingan karier diarahkan untuk :
1. Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang hendak dikembangkan.
2. Pemantapan orientasi dan informasi karier pada umumnya dan karier yang hendak dikembangkan pada khususnya.
3. Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4. Pengenalan berbagai lapangan kerja yang dapat dimasuki tamatan SMTA.
5. Orientasi dan informasi terhadap pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai dengan karier yang hendak dikembangkan.
6. Khusus untuk Sekolah Menengah Kejuruan; pelatihan diri untuk keterampilan kejuruan khusus pada lembaga kerja (instansi, perusahaan, industri) sesuai dengan program kurikulum sekolah menengah kejuruan yang bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar